Advertisement
Sebuah AC stabilizer memang ada umurnya, ada waktunya ia akan rusak.
Apakah benar ia sulit diperbaiki?
Sepertinya tidak juga.
Bagi mereka yang ingin mencoba untuk memperbaikinya ada baiknya untuk mengikuti ulasan berikut ini. Apa yang akan diulas di sini adalah khusus untuk AC-stabilizer sistem relay.
Tentang dan cara kerja AC-stabilizer.
AC-stabilizer adalah perangkat elektronik yang berfungsi untuk menyetabilkan tegangan AC listrik sumber tenaga.
AC-stabilizer diperlukan ketika tegangan listrik seringkali tidak stabil, kadang sedikit naik dan kadang sedikit turun. Sebagian perangkat listrik/elektronik masih bisa berfungsi dengan normal meskipun tegangan AC listrik turun (misalnya) dari 220V hingga 180V. Contoh yang paling umum tentang itu adalah pesawat televisi di mana rangkaian power supply-nya menerapkan sistem switching mode power supply (SMPS) otomatis yang mampu tetap bekerja optimal meskipun tegangan listrik turun hingga 170V.
Namun sebagian perangkat listrik yang lain akan sangat terpengaruh jika tegangan listrik turun hingga ke level itu. Contoh yang paling jelas adalah lampu neon sistem trafo ballast.
Lampu akan sulit untuk menyala jika tegangan listrik turun.
Semua peralatan elektronik yang melibatkan transformator daya juga akan terpengaruh dan bekerja secara tidak optimal lagi.
Di sinilah sebuah AC-stabilizer diperlukan.
Semua AC-stabiliser konvensional yang bekerja langsung pada frekwensi listrik 50/60Hz (termasuk yang menggunakan sistem relay) pada prinsipnya adalah sebuah oto-transformator yang perpindahan koneksi pada tap-tap tegangannya dilakukan secara otomatis untuk tegangan output yang diperlukan mengikuti variasi level tegangan input.
Tentang oto-transformator telah diulas sekilas dalam : Mengenal transformator daya .
Pada AC-stabilizer sistem relay pemindahan koneksi pada tap-tap transformator dilakukan oleh relay-relay yang dikemudikan oleh rangkaian pendeteksi tegangan.
Jika tegangan input menaik rangkaian pendeteksi tegangan akan mengemudikan relay untuk menyambungkan output ke tap yang lebih rendah, dan jika tegangan input menurun maka rangkaian pendeteksi tegangan akan mengemudikan relay untuk menyambungkan output ke tap yang lebih tinggi.
Ada banyak rancangan AC-stabilizer sistem relay, dari yang hanya menggunakan satu relay hingga yang menggunakan tiga atau empat relay. Semakin banyak relay yang digunakan akan semakin lebar jangkah variasi tegangan input yang mampu ditangani.
Berikut ini adalah contoh skema rangkaian AC-stabilizer sistem relay yang banyak beredar di pasaran :
Pada gambar di atas diperlihatkan contoh skema rangkaian AC-stabilizer dengan dua relay.
Rangkaian terdiri dari dua unit pendeteksi tegangan (unit A dan unit B) yang masing-masingnya mengemudikan sebuah relay. Di sini tidak disertakan nilai komponen dari rangkaian tersebut karena hanya sebagai contoh saja.
Satu unit rangkaian akan menangani level tegangan turun mulai dari taraf tertentu, yaitu dengan mengemudikan relay untuk menyambungkan ke tap yang lebih tinggi. Sedangkan satu unit rangkaian lainnya akan menangani level tegangan naik mulai dari taraf tertentu, yaitu dengan mengemudikan relay untuk menyambungkan ke tap yang lebih rendah.
Dengan cara seperti itu tegangan output berusaha dipertahankan agar berada pada level yang relatif tetap.
Tegangan yang dideteksi sebenarnya adalah tegangan hasil penyearahan di antara kedua jalur input AC.
Tegangan suplai untuk rangkaian pendeteksi diambil dari tap 1 dan tap 2, besar tegangan AC di antara kedua tap itu adalah sekitar 15 – 20V.
Tegangan ini disearahkan menjadi DC oleh D2 dan diratakan oleh C2. Pendeteksian level tegangan ditentukan oleh diode zener Za pada rangkaian pertama dan Zb pada rangkaian kedua bersama dengan pengaturan trimpot VR1a dan VR1b.
Ada hal penting yang perlu untuk dikemukakan bahwa setelan VR1a dan VR1b tidak perlu diubah-ubah. Jika diubah-ubah maka level pendeteksian tegangan naik atau tegangan turun akan melenceng dari yang telah ditetapkan oleh produsennya, untuk menyetelnya kembali cukup sulit supaya tepat.
D2a dan D2b menyearahkan tegangan dari salah satu jalur input yang lain sehingga terdapat satu level tegangan yang akan dideteksi oleh Za dan Zb dengan pengaturan Vr1 dan VR2.
Karena tegangan zener Za dan Zb berbeda, maka level tegangan yang akan dideteksi oleh kedua rangkaian pendeteksi itu masing-masingnya juga berbeda.
Pada tegangan normal (tidak naik dan tidak turun) salah satu relay akan aktif. Jika tegangan turun maka relay yang aktif ini akan menjadi tidak aktif sehingga kontaknya menyambungkan ke tap yang lebih tinggi.
Jika tegangan naik dari yang seharusnya, relay ini akan kembali aktif dan relay yang sebelumnya tidak aktif akan menjadi aktif lalu kontaknya menyambungkan ke tap yang lebih rendah, dengan demikian tegangan output dikembalikan ke level yang seharusnya.
Kerusakan umum AC stabilizer.
Di antara kerusakan yang sering terjadi pada kebanyakan AC-stabilizer sistem relay adalah :
1.Ada masukan tegangan (indikator menyala) tetapi tegangan output tidak ada.
2.Ada masukan tegangan dan ada tegangan output, tetapi level tegangan output tidak normal (terlalu rendah atau terlalu tinggi).
3.Mati total.
Kerusakan pada poin pertama biasanya disebabkan oleh relay yang sudah rusak dan ini merupakan kerusakan yang paling sering terjadi. Relay yang rusak umumnya secara fisik sudah terlihat, yaitu rumah/casing plastiknya meleleh atau hangus di bagian tertentu. Relay yang sudah seperti ini perlu diganti tanpa harus melakukan pengetesan terlebih dahulu.
Ketika melakukan penggantian, sebaiknya pilih relay yang berkwalitas baik meskipun relay aslinya (mungkin) berkwalitas kurang bagus.
Kerusakan pada poin kedua dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu kontak relay yang sudah kurang baik atau ada komponen pada rangkaian pendeteksi tegangan yang rusak.
Untuk memastikan masih baik atau tidaknya kontak relay perlu dilakukan pengetesan pada setiap relay.
Caranya sudah diterangkan dalam : Pengetesan Relay .
Kemungkinan adanya komponen pada rangkaian pendeteksi tegangan yang rusak bisa diperiksa langsung pada rangkaian. Yang paling sering rusak adalah resistor R5 dan transistor T2 (lihat gambar skema rangkaian di atas). Perlu dilakukan pengetesan untuk memastikan apakah komponen-komponen itu memang benar rusak ataukah tidak. Jika telah dipastikan rusak maka diganti dengan yang baru.
Pada beberapa rancangan lainnya dioda D1 tidak disertakan sehingga terdapat kemungkinan coil relay putus akibat tegangan balik transien yang muncul di sekitar coil tersebut, padahal D1 berfungsi untuk mengkompensasi hal itu. Karena itu untuk rangkaian yang seperti ini relay juga perlu diperiksa karena ada kemungkinan ia tidak bekerja lantaran coil-nya sudah putus.
Kerusakan pada poin ketiga dapat disebabkan oleh kabel AC (kabel main-power) yang sudah putus di dalam, kerusakan pada main-switch (saklar on-off untuk power), atau kerusakan pada transformator.
Namun prosedur standar untuk memeriksa kerusakan mati total adalah dengan memeriksa fuse/sikring terlebih dahulu. Bisa jadi tidak ada kerusakan, hanya fuse putus karena terbebani lebih.
Fuse harus diganti dengan ukuran yang sama.
Untuk daya 500W ukuran fuse adalah 2,5A dan untuk 1000W ukuran fuse biasanya 5A. Apabila fuse diganti dengan yang lebih besar maka ketika terjadi pembebanan lebih atau hubung-singkat di jalur output-nya transformator akan terancam ikut rusak...
Jika fuse ternyata tidak putus, maka dilanjutkan ke pemeriksaan berikutnya.
Kabel AC perlu diperiksa dengan Ohm-meter apakah kabel-kabel di dalamnya masih tersambung atau sudah putus sebagian. Jika sudah ada yang putus maka diganti dengan yang baru, tetapi apabila ternyata kabel AC masih baik maka kerusakan kemungkinan ada pada main-switch.
Main-switch kemudian diperiksa untuk memastikan kerusakannya.
Adapun kerusakan transformator ciri khasnya adalah putusnya fuse dan panas yang tinggi pada transformator.
Setiap kali fuse diganti dengan ukuran yang sama akan kembali putus dan putus lagi meskipun stabilizer tidak dibebani dengan perangkat elektronik apapun.
Adakalanya fuse tidak putus, tapi transformator terasa begitu panas meskipun baru sebentar diberi tegangan input 220V dan stabilizer belum dibebani dengan perangkat elektronik apapun.
Ini juga gejala transformator rusak.
Mengatasi transformator rusak agak sulit karena transformator untuk keperluan ini tidak dijual di pasaran umum. Cara yang paling memungkinkan adalah dengan membawanya ke tukang gulung trafo jika tidak bisa menggulungnya sendiri, atau...
Ucapkan selamat tinggal pada AC-stabilizer...
Yah... namanya juga usaha!
Happy repairing!
3 komentar
Makasih infona mas
Balaspunya skema lilitan trafo nya gan?
BalasMaaf, saya nggak punya ...
BalasSilakan komentar dengan IDENTITAS YANG JELAS dan tidak menyertakan live-link atau spam.