Advertisement
Seri perbaikan TV (1) : Pengenalan sistem TV analog
Sistem TV konvensional yang masih banyak digunakan pada saat ini adalah system TV analog. Penerapan layar CRT (Cathode Ray Tube) pada TV analog juga masih cukup marak meskipun telah berkembang sistem layar yang lain seperti plasma dan LCD (Liquid Crystal Display) atau LED (Light Emitting Diode). Untuk saat ini, layar CRT masih diminati dan menjadi ciri khas TV analog dari sejak dulu.
Di dalam dunia reparasi elektronik, pernak-pernik permasalahan dalam perbaikan TV termasuk yang paling beragam dan paling rumit. Memperbaiki kerusakan-kerusakan TV tidaklah seperti memperbaiki kerusakan pompa air, kipas angin, rice-cooker, amplifier ataupun peralatan elektronik lainnya. Itulah sebabnya penulis lebih memilih untuk mengulas tentang perbaikan TV secara berseri, tahap demi tahap atau bagian demi bagian. Dimulai dari pengenalan secara praktis, dimaksudkan agar para pemula pun dapat mencoba untuk mengikutinya.
Sistem penerimaan TV.
Di dunia hingga saat ini, terdapat tiga sistem dasar televisi analog yaitu : Sistem NTSC (National Television Systems Commettee), Sistem PAL (Phase Alternation Line rate), dan Sistem SECAM (Sequentiel Couleur Avec Memoire).
Di Indonesia, sistem TV yang diterapkan adalah sistem PAL, yaitu PAL B/G. Karena itu pada tulisan ini pembicaraan akan lebih fokus kepada sistem tersebut.
Sistem penerimaan TV adalah sistem penerimaan frekwensi tinggi yang termodulasi secara kompleks. Ada dua sinyal pembawa (carrier-signal) berfrekwensi tinggi yang termodulasi berdampingan secara ketat. Di dalamnya terkandung beberapa sinyal sub-pembawa (sub-carrier) yang termodulasi pula. Di dalam sinyal-sinyal sub-carrier itulah terdapat sinyal-sinyal informasi, di antaranya : sinyal informasi gambar luminan (hitam-putih, y-signal), sinyal informasi warna gambar (merah-hijau-biru, RGB-signal), dan sinyal suara. Sebagian sub-carrier dimodulasikan secara AM (Amplitudo Modulation) dan sebagian lagi dimodulasikan secara FM (Frequency Modulation).
Karena kompleksnya informasi yang ditransfer melalui frekwensi tinggi tersebut, penerimaan TV menerapkan sistem penerimaan jalur lebar, yaitu penerimaan yang tidak selektif hanya kepada satu frekwensi saja, tetapi juga kepada beberapa frekwensi lainnya di dalam satu batas atas dan batas bawah tertentu. Umumnya lebar band antara batas atas dan batas bawah frekwensi adalah 7 – 8MHz.
Namun demikian tetap ada “frekwensi senter” di dalam penerimaan, dan inilah yang dijadikan patokan dalam setelan penalaan TV (tuning).
Skema blok penerima TV dapat digambarkan sebagai berikut :
Ulasan keterangan gambar :
Sinyal yang diterima antena dari pemancar ditangkap oleh “tuner”. Setelah diperkuat dan di-heterodin-kan di dalam tuner sinyal kemudian diberikan ke bagian IF-amplifier (penguat IF, Intermediate-Frequency). Di bagian ini sinyal diperkuat lagi sehingga ber-level cukup untuk diberikan ke bagian berikutnya, yaitu bagian demodulator.
Di bagian demodulator sinyal pembawa (carrier-signal) yang berfrekwensi tinggi (frekwensi antara 33,4 - 38,9MHz) dibuang, sehingga tinggallah sinyal-sinyal sub-carrier saja. Di sini informasi gambar luminan dan warna masih berada di dalam sinyal sub-carrier yang termodulasi secara AM, yaitu pada frekwensi 4,43MHz (sistem PAL B/G) atau 3,58MHz (sistem NTSC).
Informasi gambar ini masih bersama-sama dengan informasi suara yang terdapat pada sinyal sub-carrier yang termodulasi secara FM pada frekwensi senter 5,5MHz (sistem PAL B/G) atau 6,5MHz (sistem NTSC).
Demikianlah, dua sinyal sub-carrier pembawa gambar dan suara yang masih bergabung ini kemudian diberikan kepada bagian berikutnya, yaitu bagian video-amp dan chroma.
Pada bagian video-amplifier dan chroma mula-mula sinyal dikuatkan, lalu disalurkan ke beberapa bagian.
Sinyal sub-carrier yang mengandung informasi gambar dimasukkan ke rangkaian demodulator warna (chroma). Karena hanya sinyal dengan frekwensi 4,43MHz saja yang boleh masuk ke rangkaian ini, maka sinyal difilterisasi secara ketat dan sangat selektif dengan penerapan tapis kristal. Setelah itu hasilnya di-demodulasi sehingga frekwensi sub-carrier 4,43MHz dihilangkan, maka tinggallah kini sinyal utuh yang berisi informasi gambar warna luminan (hitam-putih, y-signal), warna krominan (merah-hijau-biru, RGB-signal) serta sinyal-sinyal sinkronisasi.
Mengapa hanya tiga warna? Bagaimana dengan warna ungu, kuning, jingga dan lain-lainnya?
Warna-warna yang lainnya itu adalah warna-warna turunan, artinya bukan warna asli, tetapi hasil perpaduan dari beberapa warna lainnya. Sebagai contoh warna ungu adalah hasil perpaduan antara warna merah dengan warna biru, warna kuning adalah hasil perpaduan antara warna merah dengan warna hijau, dan warna jingga adalah hasil perpaduan antara warna merah dengan warna kuning, dan seterusnya. Komposisi yang berbeda-beda dari dua warna yang dipadukan akan membentuk warna baru yang berbeda-beda pula.
Demikianlah sistem warna pada televisi, tak ubahnya orang mencampur cat dalam tekhnik melukis.
Sinyal warna lalu diurai sehingga terpisah antara sinyal warna merah, hijau dan biru. Masing-masing sinyal warna lalu diumpankan ke tahap akhir penguat video, yaitu bagian video-output.
Adapun sinyal luminan disebar ke setiap bagian dari tiga penguat akhir video. Pada sistem TV B/W (hitam-putih), hanya sinyal luminan ini saja yang diolah di dalam satu bagian video-output.
Dari bagian video-output ini sinyal dari masing-masing warna yang telah diperkuat kemudian diberikan kepada tiga katoda yang terdapat pada tabung layar CRT, yaitu katoda untuk warna merah (Rk), katoda untuk warna hijau (Gk) dan katoda untuk warna biru (Bk).
Nantinya, loncatan elektron akan terjadi dari tiap-tiap katoda warna ke anoda CRT untuk membentuk pola gambar sesuai warnanya masing-masing sekaligus pola pencahayaan pada layar CRT setelah anoda CRT mendapatkan tegangan DC ekstra tinggi dari transformator fly-back.
Sementara itu dari rangkaian chroma, bagian sync.separator (pemisah sinkronisasi) memungut sebagian sinyal yang telah di-demodulasi. Sync.separator memisahkan antara sinyal untuk sinkronisasi vertikal dan sinyal untuk sinkronisasi horizontal. Sinyal-sinyal sinkronisasi berbentuk impuls-impuls dengan timing sempit.
Sinyal sinkronisasi vertikal disuntikkan ke bagian osilator vertikal, sedangkan sinyal sinkronisasi horizontal disuntikkan ke bagian osilator horizontal.
Osilator vertikal menghasilkan gelombang blok pada frekwensi 50Hz. Setelah disinkronisasi bentuk gelombang dari osilator akan bervariasi yang nantinya akan menjadi elemen yang membentuk gambar secara vertikal (atas-bawah).
Sinyal vertikal yang telah disinkronisasi ini kemudian diperkuat oleh bagian vert.output (output vertikal) hingga levelnya cukup untuk diumpankan ke gulungan vertikal pada deflection-yoke (gulungan bagian luar). Medan magnet yang terbit pada deflection-yoke bagian vertikal akibat diberi input sinyal vertikal yang kuat menghasilkan pembengkokan penembakan elektron di dalam tabung CRT pada arah atas-bawah layar. Begitulah gambar pada layar ditampilkan, ditarik hingga memenuhi bagian atas dan bawah layar secara vertikal melalui deflection yoke bagian vertikal.
Osilator horizontal menghasilkan gelombang gigi gergaji pada frekwensi 15,625KHz. Setelah disinkronisasi bentuk gelombang akan bervariasi yang nantinya akan menjadi elemen yang membentuk gambar secara horizontal (menyamping kiri-kanan).
Sinyal horizontal yang telah disinkronisasi ini kemudian diperkuat oleh bagian hor.driver dan hor.output (output horizontal) hingga ber-level cukup tinggi. Sebagian langsung diumpankan ke gulungan horizontal pada deflection-yoke (gulungan bagian dalam).
Medan magnet yang terbit pada deflection-yoke bagian horizontal akibat diberi input sinyal horizontal yang kuat menghasilkan pembengkokan penembakan elektron di dalam tabung CRT pada arah menyamping kiri-kanan layar. Begitulah gambar pada layar ditampilkan, ditarik hingga melebar secara menyamping (horizontal) oleh deflection yoke bagian horizontal.
Sebagian sinyal horizontal yang ber-level tinggi itu juga diinduksikan ke transformator fly-back. Tegangan sinyal dinaikkan oleh transformator fly-back, lalu disearahkan oleh serangkaian dioda-kaskada sambil digandakan tegangannya beberapa kali lagi. Alhasil adalah tegangan DC ekstra tinggi (EHT, Extra High Tension) yang dikeluarkan oleh fly-back.
Tinggi tegangan ini sekitar 25.000 Volt (!!), digunakan untuk suplai anoda tabung CRT agar layar tampilan dapat menyala dengan terang dan menampilkan pola gambar beserta warna-warnanya.
Kembali ke bagian video amp dan chroma.
Sinyal dari bagian demodulator yang telah diperkuat oleh rangkaian video-amplifier sebagiannya juga disalurkan ke bagian sound IF-amp (IF suara). Namun yang boleh masuk ke bagian ini hanyalah sinyal sub-carrier termodulasi FM pada frekwensi senter 5,5MHz. Karena itu dilakukan penyeleksian dengan memasang filter keramik 5,5MHz sebelum sinyal dimasukkan ke bagian sound IF-amp.
Di bagian sound IF-amp ini sinyal diperkuat terlebih dahulu sambil dilakukan filterisasi tambahan, setelah itu sinyal dimasukkan ke bagian FM-demodulator. Hasilnya adalah sinyal audio murni (sinyal suara) sedangkan frekwensi sub-carrier 5,5MHz yang termodulasi FM kini ditiadakan. Berikutnya sinyal audio ini diperkuat oleh bagian audio-amplifier agar level-nya cukup untuk membunyikan speaker.
Begitulah penjelasan singkat atas gambar skema blok penerima TV di atas. Sebenarnya belum secara mendetil dan belum menyeluruh pula, tetapi mudah-mudahan cukuplah untuk memenuhi kriteria sebagai “ulasan praktis”.
Sistem TV memang cukup rumit. Tidak heran jika ada yang mengatakan bahwa televisi adalah penemuan abad 20 paling besar.
Happy learning!
Selanjutnya, Seri perbaikan TV (2) : Pengenalan power-supply TV .
Silakan komentar dengan IDENTITAS YANG JELAS dan tidak menyertakan live-link atau spam.